Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Penghematan gas dengan green flame

Industri katering selama ini melakukan pemborosan spiritus untuk pemanas makanan. Dibutuhkan solusi yang tepat agar bahan bakar yang diproduksi dari methanol yang terbuat dari sistesis natural gas alam ini tidak mudah menguap, praktis, higienis, serta ekonomis. Untuk itulah Ahmed Tessario (Tessar) dan timnya dari Surabaya membuat sebuah penelitian yang menghasilkan sebuah produk bernama Green Flame. Penelitian ini memenangkan E-Idea Competition tahun 2011 yang diadakan British Council. 

Green Flame menggunakan bahan dasar methanol yang diubah bentuk menjadi pasta atau gel dengan penambahan pengental, sehingga bahan bakar ini dapat dipakai lebih lama minimum 2 kali dibandingkan pemakaian spiritus. Hal ini diharapkan dapat mengurangi permasalahan pemborosan methanol dari sintesis gas alam.
Methanol yang berbentuk pasta atau gel ini kemudian dikemas didalam kaleng yang berasal dari kaleng bekas susu dan kaleng bekas tuna. Tessar merasa perlu untuk menggunakan bahan-bahan daur ulang sehingga dapat meminimalisir jumlah sampah yang ada saat ini. Untuk pemakaiannya, kaleng green flame hanya dibuka dan dibakar dan akan bertahan selama 2 hingga 3 jam untuk pemanas makanan. Apabila ingin dimatikan, dapat ditutup dengan penutup green flame.
Pada bulan Mei sampai agustus, Green Flame terjual sebanyak 20.000 kaleng yang setara dengan 2.500 liter Methanol. Padahal jika menggunakan spiritus dengan kebutuhan yang sama, maka akan menghabiskan methanol sebesar 4.292 Liter. Artinya produk ini mampu menghemat jumlah methanol sebanyak 1.792 Liter methanol atau setara dengan 1.038 kilogram natural gas.
Dalam memproduksi Green Flame, Tessar dan timnya banyak bekerja sama dengan penduduk sekitar, yaitu untuk mengumpulkan kaleng bekas susu, tuna maupun kaleng sejenis lainya. Mereka bekerja sama dengan para pemulung sampah dan para cleaning servis gedung pernikahan di Surabaya.  
 
"Kami juga menggunakan prinsip sosiopreneur didalam proyek bisnis ini, yaitu untuk melakukan pencucian kaleng bekas dan pengemasan Green Flame, kami bekerja sama dengan anak-anak kurang mampu yang berada di daerah Asem Payung, Sukolilo, Surabaya. Kami menganggap dengan memberdayakan penduduk sekitar, paling tidak kami dapat membantu meningkatkan pendapatan penduduk tidak mampu di Surabaya," ungkap Tessar dalam wawancara via email.
Kesulitan pada awal bisnis ini adalah dalam mencari bahan baku yang murah, sehingga para pelanggan dapat membeli produk ini dengan harga dibawah harga spiritus, seperti kaleng dan methanol. Untuk modal kerja juga menjadi kendala di awal karena untuk dapat menjual dengan angka yang besar maka modal juga harus besar. Oleh karena itu Tessar dan timnya mencoba dari modal yang kecil dulu dengan harapan bisnis ini akan menjadi raksasa seiring berjalannya waktu. 
 
"Mungkin yang paling sulit adalah untuk melakukan edukasi pasar, karena produk ini bisa dikatakan baru maka kami harus mengajarkan dan melakukan pembelajaran kepada pelanggan tentang penggunaan produk, manfaat dan efek jangka panjang yang akan mereka dapatkan. Oleh karena itu penting sekali bagi para pelanggan dan pengguna produk Green Flame untuk ikut peduli akan lingkungan dan faktor lingkungan selain juga memikirkan tentang harga produk yang harus murah," tambah Tessar.
 
Proyek ini sudah Tessar mulai sejak dua bulan sebelum mengikuti E-Idea Competition. Proyek ini mendapatkan award spesial dan tim mendapatkan hadiah iPad dari British Council. Selain itu, tim ini juga mendapatkan kesmepatan untuk mengikuti mentorship yang berkelanjutan serta seminar-seminar seputar Climate Change yang diadakan Bristich Council.
"Kami merasa sudah mendapatkan apresiasi yang luar biasa, ditambah lagi kesmepatan akses ke media, sehingga mempermudah kami melakukan edukasi pasar dan promosi sehingga produk ini bisa dipakai oleh seluruh industri katering, hotel dan restoran prasmanan di Indonesia. Bahkan juga bisa dipakai oleh para pendaki gunung sebagai bahan bakar alternative," ungkap Tessar.
Tessar menambahkan, setelah E-Idea, proyek ini akan terus dilanjutkan hingga bisa di distribusikan ke seluruh dunia. Tessar dan timnya berharap bisa membuka banyak cabang dan distributor sehingga bisa juga di produksi didaerah lain dengan memperkerjakan teman-teman yang kurang mampu. 
 
Bisa dibayangkan apabila seluruh katering Surabaya saja yang berjumlah 187 katering ini menggunakan Green Flame minimal sebanyak 350 kaleng, maka gas alam yang sudah dapat dihemat sebesar 6.524 kilogram natural gas setiap bulannya.
 
"Kami bermimpi kelak produknya akan digunakan di seluruh kota di Indonesia dan seluruh dunia dan menjadi solusi penghematan bahan bakar alternatif. Selain itu, apabila bisnis ini dapat diproduksi juga di kota lain, maka teman-teman yang kurang mampu bisa direkrut sebagai pegawai dan dapat menjadi solusi pekerjaan bagi penduduk Indonesia yang masih banyak kekurangan," tutup Tessar.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Perguruan Tinggi Asing Bisa Berdiri di Indonesia

JAKARTA, Perguruan tinggi asing dapat menyelenggarakan pendidikan tinggi di Indonesia. Kehadiran perguruan tinggi asing itu harus mendorong kemajuan ilmu-ilmu dasar di Indonesia.
Izin penyelenggaraan pendidikan tinggi asing yang diberikan pemerintah, dinilai sebagai upaya mendorong liberalisasi dan komersialisasi pendidikan tinggi.
"Mengizinkan PT asing berdiri di Indonesia harus hati-hati, mesti mempertimbangkan betul bagaimana kondisi PT di Indonesia. PTN pun tidak semua bagus dan siap bersaing dengan kehadiran PT asing nantinya," kata Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB), Akhmaloka, yang dihubungi dari Jakarta, akhir pekan lalu.
Dalam ketentuan di RUU PT, disyaratakan PT asing yang beroperasi di Indonesia harus terakreditasi di negaranya. Selain itu, PT asing di Indonesia wajib bekerja sama dengan penyelenggara PT Indonesia, serta mengikutsertakan dosen dan tenaga kependidikan warga negara Indonesia. PT asing ini harus mampu mendorong pengembangan ilmu-ilmu dasar.
Akhmaloka menambahkan, RUU PT berlaku untuk seluruh Indonesia. "Bagaimana dengan perguruan tinggi kecil? Harus dipertimbangkan dengan mendalam. Apakah PT Indonesia cukup kuat bersaing," kata Akhmaloka.
Sebaliknya, kata Akhmaloka, justru PT di Indonesia butuh aturan untuk bisa beroperasi di luar negeri. Seperti ITB, sebenarnya sudah diundang untuk beroperasi di Malaysia. Selain itu juga di Timur Tengah, seperti Sudan dan Libya.
Dalam pandangan Akhmaloka, memang kehadiran PT asing bisa memotivasi PT di dalam negeri untuk meningkatkan kapasitas dan kualitasnya. Namun, perlu dipertimbangkan betul, apakah waktunya sudah tepat.
Wakil Rektor II Universitas Airlangga, M Nasih, menambahkan, PT dalam negeri saja tidak mudah membuka kampus di luar domisili. "Yang PT dalam negeri masih susah buka kampus di luar domisili, kok PT asing mudah untuk berdiri di Indonesia," kata Nasih.
Majelis Wali Amanah (MWA) Institut Pertanian Bogor (IPB), Didik J Rachbini, mengemukakan pula bahwa pendidikan itu bukan barang dan jasa. Sebab di dalamnya ada sejarah, norma, adat budaya, dan ideologi.
"Mestinya tidak menjadi obyek liberalisasi. Internasionalisasi tidak berarti boleh buka seluas-luasnya akses dan investasi PT negara lain dan beroperasi Indonesia," kata Didik. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS